Fisika Inti - Model Atom, Defek Massa, Reaksi Nuklir
Penulis: Lintang ErlanggaEmang ada apa aja sih di dalam atom? Pertanyaan yang sederhana tapi jawabannya gak sederhana.
Meskipun wujudnya yang kecil, tapi manfaatnya gak main-main kalau dipahami perilakunya. Karena listrik yang begitu bergunanya bisa dibangkitkan oleh partikel ini.
Asal-Usul Fisika Inti
Mengapa fisika inti? Situasi ini sudah dipaparkan pada pembahasan tentang fenomena kuantum.
Telah disadari mengapa tercapai pada pembahasan mengenai atom.
Dan sekarang, akan dibahas serba-serbi tentang atom, partikel yang mengisi alam semesta ini mulai dari benda mati hingga makhluk hidup.
Tapi gak bakal dijelaskan penyebab kenapa ada yang hidup dan ada yang non-hidup.
Perkembangan Model Atom
Jika sedang bicara atom, sejatinya pemahaman tentang partikel ini sudah beberapa kali mengalami perubahan.
Mulai dari anggapan bahwa atom merupakan elemen terkecil hingga model kuantum. Yakni model di mana kita tidak dapat mengetahui lokasi subpartikel di dalam sebuah atom.
Atom Tidak Bisa Dibagi Lagi
Dimulai tahun 1803, John Datlon, seorang fisikawan asal Inggris mengusulkan bahwa atom merupakan elemen yang tidak bisa dibagi lagi.
Beliau mengusulkan jika wujud atom dianggap berbentuk bola pejal. Usulan lainnya yaitu atom tidak bisa diciptakan dan dimusnahkan.
Dikenalnya Elektron
Satu abad berikutnya di tahun 1904, ditemukan partikel yang lebih kecil seperti yang telah dijelaskan di pembahasan medan magnet.
J.J. Thomson pada eksperimennya menggunakan tabung sinar katoda, mengungkap bahwa ada partikel yang rasio massanya lebih kecil ketimbang atom, yaitu elektron.
Model ini berasumsi bahwa elektron tersebar di dalam atom yang berbentuk bola pejal secara acak dan tidak bergerak. Dan lapisan atom sendiri dianggap memiliki muatan positif.
Dikenalnya Inti Atom
Tujuh tahun berselang pada tahun 1911, Ernest Rutherford bersama asistennya, Hans Geiger dan Ernest Marsden. Dua orang ini jarang disebut nih, tapi sekarang kita sebut berkat kontribusinya.
Jadi mereka melakukan eksperimen dengan mengemisikan sinar α yang ditembakkan pada lembaran tipis (foil) emas, dan hasilnya mengejutkan.
Kalau atom merupakan bola pejal, seharusnya cahaya yang ditembakkan secara ideal akan terpantulkan kembali, namun kenyataanya beda.
Ada penghamburan cahaya, sehingga Rutherford mengusulkan bahwa atom tidak padat, alias ada ruang kosong di sekitarnya suatu partikel bermuatan positif.
Bentuk yang diusulkan menyerupai sistem tata surya, di mana inti atom ditengah dan elektron mengelilinginya.
Namun model ini mempunyai beberapa kekurangan terutama dalam kestabilan atom itu sendiri.
Tingkat Energi Yang Sifatnya Diskrit
Inti atom mulai dikenal semenjak itu, kemudian model ini dikembangkan oleh Niels Bohr, fisikawan asal Denmark.
Beliau menjelaskan bahwa elektron bergerak pada orbitnya dengan ukuran orbit yang tetap.
Urutan orbit yang didasari dekat atau jauhnya inti atom menentukan energi yang dimiliki elektron. Semakin dekat semakin kecil energinya.
Selain itu prinsip tingkat energi di dalam atom sifatnya diskrit juga berasal dari pengamatan Bohr.
Posisi Elektron Sulit Ditentukan
Dan pada tahun 1926, Erwin Schrodinger mengembangkan teori bahwa, kita tidak dapat mengetahui pasti lokasi elektron.
Yang berarti elektron tidak mengelilingi inti atom pada suatu orbit, alias elektron bergerak acak. Elektron di sini dimodelkan oleh persamaan gelombang.
Baik model Bohr maupun Schrodinger secara garis besar berkutat pada perilaku elektron di dalam atom.
Perbedaan Model Atom Rutherford dan Bohr
Kedua model ini sama-sama mengasumsikan kalau elektron mempunyai seperti mengorbit, yakni mengelilingi inti atom.
Lantas apa bedanya? Sejatinya udah disinggung yaitu soal kestabilan atom itu sendiri.
Gerakkan elektron yang dianggap memiliki percepatan, akan mengemisikan energinya dalam bentuk cahaya.
Bila mengacu hukum kekekalan energi, energi yang hilang selalu diikuti dengan hadirnya energi lainnya.
Munculnya cahaya tersebut dibarengi dengan berkurangnya energi kinetik elektron. Jika elektron terus menerus mengalami percepatan semestinya kecepatannya selalu berkurang.
Berkurangnya kelajuan itu menyebabkan elektron akan bergerak spiral ke dalam sampai bertabrakan dengan inti atom.
Dari situlah Niels Bohr mengatakan bahwa energi tidak bisa diradiasikan secara kontinyu. Dan akan meradiasikan energi apabila berpindah dari orbit yang lebih tinggi ke yang lebih rendah.
Defek Massa
Kilas balik pada eksperimen yang dilakukan oleh Rutherford, di samping penghamburan ada juga pemantulan sinar yang mana muatannya positif.
Pemantulan yang teradi menjadi salah satu faktor penentu bahwa ada inti atom.
Proton
Karena sinar juga bermuatan positif, pemantulan yang terjadi membawa pada suatu ide bahwa inti tersebut bermuatan positif, dan dinamakan proton.
Ingat kembali pada materi elektrostatika, di mana partikel bermuatan sama saling tolak menolak.
Besar proton juga sama seperti elektron hanya saja bernilai positif.
Neutron
Jumlah proton setara dengan besar muatan positif dari atom, dengan itu bisa ditentukan berdasarkan massa atomnya.
Namun karena massa elektron begitu kecil sehingga kerap diabaikan, membuat Pak Rutherford merasa ada yang kurang.
Karena apabila melihat nomor atom dari suatu atom, berbeda dengan jumlah protonnya.
Muncul gagasan ada sebuah partikel yang bermuatan netral dan akhirnya dinamakan sebagai neutron yang mengisi inti atom selain proton.
Nah, inti atom ini terbentuk karena ada gaya ikat inti yang sangat kuat. Ini adalah faktor utama terikatnya partikel-partikel di inti.
Meskipun keduanya bermassa, namun gaya gravitasi pada keduanya sangat kecil karena massanya begitu ringan.
Apakah ada gaya elektrostatik di antara keduanya? Ingat bahwa neutron itu netral alias tidak bermuatan.
Gaya inti lah yang menyebabkan ikatan antara proton dan neutron.
Hilangnya Massa Inti
Ada fenomena di mana massa inti atom ketika diestimasi selalu terjadi perbedaan dengan massa inti sebenarnya.
"Hilangnya" massa tersebut merupakan pelaku yang memberikan gaya tarik inti sebelumnya. Ingat lagi mengenai kesetaraan energi dan massa oleh Einstein:
Rumus Defek Massa
Defisit tersebut dapat diketahui dengan mudah, asumsikan massa inti aslinya, masli.
Lalu, jika inti terdiri dari proton dan neutron, kita perlu tahu berapa banyak proton dan neutron di dalamnya. Sebut aja Z dan N secara berurutan.
Dan yang pasti adalah massa kedua partikel tersebut, misal mp dan mn. Dari ide tersebut, diekspresikan ke dalam bentuk matematis:
Apabila massa atom sebelumnya didefinisikan menggunakan satuan sma atau satuan massa atom, maka kita dapat mengetahui besar energi ikat pada inti tersebut.
Jika 1 sma setara dengan 931 MeV (Mega elektron volt), energi ikat tersebut dengan sangat jelas bisa dicari dengan:
Reaksi Inti
Intinya sama aja mau kita sebut sebagai reaksi inti atau reaksi nuklir, karena secara etimologi kan nuklir juga inti maknanya.
Oke lewati aja, sekarang ada satu pertanyaan, apakah inti atom dapat berubah?
Jawabannya bisa, tapi memerlukan energi yang cukup besar. Karena pada dasarnya, inti atom itu dalam keadaan stabil atau bisa disebut juga setimbang.
Kita perlu partikel "pengganggu" untuk "membelah" inti atom tersebut. Prosesnya bisa dimodelkan seperti berikut:
Kalau diartikan, misal ada atom A kemudian diganggu oleh partikel a dan menghasilkan inti atom yang baru yaitu atom B dan muncul partikel b.
Tunggu.., Q-nya bagaimana? Oke, ketika proses itu terjadi, inti atom yang baru memiliki massa yang lebih ringan.
Pertanyaanya, kemana massa yang hilang tersebut? Apakah hilang begitu saja? Tentu hukum kesetaraan massa dan energi lagi-lagi berlaku.
Begitu juga hukum kekekalan energi. Hilangnya massa itu berkaitan dengan Q pada proses sebelumnya.
Energi Hasil Reaksi Inti
Kalau dimodelkan, asumsikan massa sebelum reaksi terjadi adalah mA + ma, sedangkan massa setelah reaksi terjadi adalah mB + mb.
Maka mirip seperti fenomena defek massa, energinya dapat kita ketahui yakni seperti berikut:
Fusi dan Fisi
Sebenarnya proses perubah inti atom, tidak hanya merubah atom menjadi atom yang lebih ringan atau yang disebut sebagai proses fisi.
Ada juga proses penggabungan partikel atom yang disebut sebagai proses fusi.
Proses sebelumnya merupakan ilustrasi dari proses fisi. Untuk proses fusi sendiri memerlukan suhu yang begitu tinggi.
Kalau diestimasikan bisa sampai sekitar 108 kelvin atau hampir 100 juta derajat celcius. Proses ini biasanya terjadi di matahari.
Kalau di bumi kita ini, reaksi fisi umumnya digunakan untuk pembangkit listrik. Mekanismenya mirip seperti pembangkit tenaga uap.
Energi panas yang dihasilkan proses fisi digunakan buat merebus air. Uapnya lalu berperan untuk memutar turbin generator.
Sedangkan reaksi fusi sejauh ini yang saya tahu, belum ada mesin pembangkit tenaga fusi. Mungkin di antara tukang iseng ada yang tertarik.