Dibalik Pengukuran Universitas Terbesar Di Dunia
Lintang Erlangga - September 20th, 2021
Siapa sih yang gak mau kuliah di universitas ternama dunia? Apalagi kalau dapat beasiswa.
Gak hanya membanggangkan diri sendiri, tapi juga lingkungan disekitar kalian saat mampu kuliah di universitas terbesar di dunia. Mampu memperoleh pengalaman luar biasa hingga membangun koneksi dengan orang-orang hebat dari berbagai negara.
Nah bicara sesuatu yang terbesar ataupun terbaik tentu ada tolak ukurnya dong.
Ibaratnya gini, kita gak mungkin mengatakan abu-abu merupakan warna paling gelap kalau hanya membandingkannya dengan warna putih.
Ukuran tersebut juga seharusnya dibuat seadil dan seuniversal mungkin. Kenapa? Karena setiap universitas punya keahlian di bidangnya masing-masing.
Misalnya saja program bisnis Harvard akan lebih mentereng ketimbang di MIT. Begitu sebaliknya, program-program di bidang sains dan teknologi MIT lebih mencolok ketimbang Harvard.
Bahkan spesialisasi itu seharusnya bisa dibagi-bagi lagi, ke beberapa jurusan. Ya memang itu salah satu tantangannya.
Ada tiga lembaga yang paling dikenal dalam melakukan ranking ini di antaranya yaitu QS World Ranking, Times Higher Education (THE), dan Academic Ranking of World Universities (ARWU) alias Shanghai Ranking.
Sengaja saya pilih 3 lembaga itu, karena saya anggap cukup relevan dan mumpuni guna mengurutkan peringkatnya. Selain dari itu ada juga 4ICU serta Webometrics, namun pengukurannya hanya didasari oleh ranking situs utama serta tingkat kepopulerannya.
Sekarang kita coba lihat irisan beberapa parameter dari 3 lembaga tadi.
Daftar Isi
Jumlah Sitasi Publikasi
Parameter pertama yang akan dibahas di ketiga lembaga tersebut yaitu banyaknya sitasi paper yang merujuk publikasi oleh masing-masing universitas.
Setiap lembaga mempunyai bobot berbeda-beda, QS memberikan sekitar 20% dari total penilaian, lalu ARWU juga sama 20%, kemudian THE paling besar yaitu 30%. Baik QS serta THE mengacu pada database yang disediakan oleh Elsevier yaitu Scopus. Sedangkan ARWU menggunakan database Clarivate Analytics, dulunya bernama Thomson Reuters.
Riset sebagai salah satu tugas utama dari institusi pendidikan, selain dampak dan manfaatnya di masyarakat luas, keberhasilannya bisa dilihat juga dari jumlah sitasinya.
Bisa jadi ini adalah salah satu upaya mereka untuk mengukur kualitas paper dari berbagai macam bidang. Kenapa saya sebut begitu? Soalnya gini gambarannya, paper di ranah SainTek itu gak bisa dibandingin sama paper di ranah SosHum. Dari segi topiknya saja udah beda.
Kualitas Pendidikan
Untuk QS dan THE mempunyai kemiripan, keduanya sama-sama menggunakan survei guna mengukur reputasi proses pembelajaran di setiap kampus. Survei ini disebar ke seluruh perguruan tinggi di dunia juga ke beberapa jurusan berbeda. Perbedaannya terletak dimana bobot surveinya sekitar 15%, sedangkan QS 40%.
Sangat berbeda dengan ARWU di mana pengukurannya berdasarkan outpunya, murni didasari oleh alumni yang pernah mendapatkan penghargaan bergensi. Salah satunya Nobel Prizes.
Sekilas, survei bakal lebih terlihat subjektif meskipun target yang ditanyai pastinya ahli-ahli di setiap kampus. Di mana ARWU di sini lebih konkrit, karena ukurannya didasari oleh pengharagaan yang sudah diakui dunia. Sebenarnya sah-sah saja menggunakan survei karena fakta-fakta di lapangan terkadang sulit untuk diukur oleh angka, cuman bobotnya mestinya dibuat kecil saja.
Reputasi Tenaga Pendidik
Lagi-lagi QS menggunakan survei dalam mengukur reputasi para tenaga pendidik, yakni guna melihat seberapa efektif, inovatif, serta kompeten lulusan di bidangnya. Sebab bagaimana lulusannya bisa beradaptasi di dunia kerja menjadi alasan mereka mempertimbangkannya. Besar bobotnya 10%.
Kemudian ARWU masih menggunakan penghargaan sebagai tolak ukurnya dengan persentase sebesar 20%. Dan yang menarik adalah THE, karena selain faktor jumlah publikasi, melibatkan juga total pendapatan (income) dari hasil riset civitas akademiknya. Pembobotan dari survei sendiri sebesar 18%.
Dengan faktor tersebut, pada THE universitas di bidang teknologi nampaknya bakal lebih besar peluangnya pada penilaian ini ketimbang rumpun SosHum. Tapi pembobotannya gak begitu besar, keseluruhannya 6%.
Peresentase yang bisa dikatakan besar diberikan oleh ARWU bisa dibilang wajar, mengingat kriteria penghargaannya pun gak sembarangan.
Jumlah Mahasiswa Mancanegara
ARWU sama sekali tidak menggunakan faktor ini. Sedangkan QS dan THE melibatkannya, tetapi secara menyeluruh sumbangsih terhadap skor keselurhannya sangat kecil (QS: 5%, THE: 2.5%). Boleh dibilang gak begitu menentukan ranking institusinya.
Salah satu alasannya adalah faktor ini bisa menunjukkan daya tarik orang di dunia akan kampus tersebut. Bisa dikatakan ini adalah faktor yang menentukan branding kampus tersebut di mata dunia.
Hadirnya faktor ini juga memberikan peluang bahwa kampus tersebut memberikan beberapa fasilitas yang mungkin dibutuhkan orang-orang di luar sana. Bisa itu tempat ibadah ataupun lainnya.
Secara gak langsung ukuran ini menyatakan kalau kampus tersebut sudah diakui oleh banyak orang (secara umum) kualitas serta kredibilitasnya.
Pendapat Tim ISENG
Berdasarkan fakta-fakta tadi, bisa dikatakan kalau QS sebagian besar mengandalkan survei dalam penilaiannya. Cukup menarik, karena detil pertanyaan yang diajukan tentu perlu diketahui seperti apa. Apakah menyangkut pertanyaan yang sifatnya subjektif apa tidak.
ARWU begitu mengandalkan penghargaan yang diperoleh, kalau ditotal memberikan bobot sebanyak 30%. Penghargaan yang dimaksud terdiri dari dua, yaitu Nobel Prize serta Fields Medal. Nah, untuk Fields Medal ini merupakan khusus penghargaan matematika. Memberikan peluang kecil kepada universitas dengan spesialis di rumpun sosial dan humaniora untuk berada di ranking teratas.
Sedangkan THE mirip dengan QS di setiap indikatornya. Bedanya THE juga memperhatikan income-nya. Cukup menarik kalau bicara pemasukan, soalnya setiap negara mempunyai kurs berbeda. Maksudnya pada penelitian yang sama, bisa saja biaya riset hingga pemasukan di negara A membutuhkan nilai lebih kecil, ketimbang negara B.
Satu hal yang paling Tim ISENG sepakati yaitu bagaimana tolak ukur utamanya (persentase terbesar bagi THE dan ARWU, kedua bagi QS) adalah jumlah sitasi publikasinya. Karena secara gak langsung ini bisa mewakili banyak aspek, mulai dari kualitas pengajaran, tenaga pendidik, fasilitas, hingga dana riset.
Terus sisi positif dari peringkat ini adalah dapat mendorong setiap institusi pendidikan untuk memberikan kontribusi terbaiknya di dunia akademis. Jadi tidak semata wayang hanya untuk gengsi. Dapat pula menjadi petunjuk bagi teman-teman sekalian yang ingin kuliah tapi belum pernah mencari tahu lebih dalam tentang kampus-kampusnya.
Tentunya di sini kita tidak menghakimi mana yang efektif melakukan perhitungan dan kurang.
Saya pribadi dulu tidak mempertimbangkan peringkat kampus saat mendaftar kuliah. Karena sesuai perkataan saya di awal, masing-masing punya spesialisasinya tersendiri.
Meskipun kampus A peringkat 1 di Indonesia, tapi belum tentu pada jurusan X lebih unggul dari perguruan tinggi B (misalnya).
Kalau saya boleh kasih saran, intinya jangan terpaku pada peringkat universitasnya. Coba kalian lihat-lihat dulu kampus mana yang memberikan pembelajaran yang cocok dan terbaik buat kalian.