Sebuah Sudut Pandang Mengenai Perlukah Kita Sekolah
Lintang Erlangga - April 20th, 2021
Sebelumnya saya mau ngasih disclaimer terlebih dahulu, karena tulisan ini bener-bener berlandaskan opini pribadi saja. Oke langsung aja jadi, pikiran ini selalu muncul dibenak saya ketika saya berada di penghujung tahun masa studi saya di setiap jenjang. Semuanya berawal ketika saya tengah mempersiapkan Ujian Nasional, yaitu ketika duduk di bangku SMP.
Apa yang selalu saya rasakan selama ini yaitu, sekolah 3 tahun lamanya (6 tahun untuk SD) hanyalah untuk menempuh suatu ujian selama beberapa hari saja. Saking seriusnya menghadapi ujian, sekolah pun memberikan jam tambahan berupa pemantapan yang biasanya dilakukan selama 1 atau 2 minggu.
Yang saya ingat selama ini, soal-soal di ujian untuk jenjang menengah cenderung menguji kemampuan pengetahuan atau informasi yang kita miliki, sedikit saja yang berkaitan dengan kepemahaman. Saya melihat terdapat dua sisi di sini, kemampuan yang mengandalkan seberapa banyak informasi yang kita baca, dan yang satu lagi kemampuan bagaimana kita memahami suatu pelajaran.
Tentunya jika hanya dengan membaca kita bisa mengerjakan soal dan mendapatkan nilai bagus, dan kalau memang itu tujuannya, rasanya tidak perlu lah adanya sekolah di dunia ini. Nah tapi anehnya, sampai saat ini sekolah masih ada saja, artinya ada sesuatu yang kurang lengkap ketika kita menganggap sekolah itu hanyalah untuk ujian semata.
Bersosial
Gak bisa dibayangin lagi saat ini dimana eksistensi sekolah yang masih ada, murid pun bisa mengalami nolep dan benar-benar tidak bergaul dengan temannya. Dan bahkan murid itu sendiri yang mengatakan bahwa dia adalah makhluk ansos (anti sosial), tunggu..., ada isitilah yang salah disini.
Kalau introvert itu benar, tapi kalau ansos saya rasa salah besar. Manusia itu makhluk sosial pasti perlu satu sama lain, contoh paling sederhana, kita makan apakah selalu masak sendiri? Bahan-bahan makanan seperti sayur, daging, dan nasi, apakah kita yang menanam atau menernak sendiri? Baju yang kalian pakai, apakah buatan kalian sendiri?
Nah sekarang yang menjadi pertanyaan, apa untungnya untuk kita bersosial? Oke mungkin cukup terdengar mainstream ketika saya menjawabnya untuk mencari koneksi, supaya menambah pergaulan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut sebenarnya tidak salah, tapi menurut saya ada yang lebih krusial lagi.
Yaitu bagaimana kita membentuk mental, sekolah yang berisikan berbagai macam murid dengan beragam sifat yang dimilikinya. Sangat masuk akal jika dalam satu sekolah ada saja orang yang tidak kita sukai, atau mungkin ada orang yang tidak suka dengan kita, dan semua itu wajar.
Itulah yang saya lihat selama ini, pergaulan itu memerlukan mentalitas. Yang saya yakini sampai detik ini, mentalitas itu hal yang akan menenami kita sampai ke tahap kehidupan berikutnya. Bukan artinya menjadikan seseorang itu menjadi keras kepala, tapi menjadikannya keras dalam artian tegar menghadapi kehidupan.
Terus harus diketahui juga, bergaul dengan teman itu tidak sekedar ketawa-ketiwi saja, kita juga harus menjaga perasaan orang lain jangan sampai tersinggung. Kita akan terbiasa untuk berucap kepada orang lain.
Ilmu dan Pengalaman
Ilmu yang saya maksud disini bukanlah sekedar pengetahuan/informasi, tapi seperti yang telah disinggung di awal, yaitu mengenai pemahaman kita terhadap suatu mata pelajaran. Mungkin ada beberapa yang bisa memahaminya sendiri, tapi bisa saja ada yang perlu bantuan dalam proses pemahaman ini, dan di situlah peran guru yang sebenarnya.
Bukan pekerjaan yang mudah bagi seseorang untuk mengajak orang lain untuk paham mengenai suatu pelajaran. Kemudian dibumbui lagi ketika murid-muridnya tidak menyukai mata pelajaran yang diampu. Bukan suatu paksaan untuk menyukainya, tapi itu bentuk tanggung jawab untuk memberikan pemahaman untuk kita semua.
Dan satu lagi, pengalaman yang diberikan oleh sekolah tidak mungkin kita dapatkan kecuali rumah kita adalah sekolah itu sendiri (nah bingung kan). Selain dari pengalaman dalam hidup bersosial, pengalaman dengan media-media pembelajaran juga menjadi nilai penting juga dalam kehidupan kita.
Contohnya seperti praktikum-praktikum fisika yang dilaksanakan di laboratorium beberapa di antaranya membutuhkan peralatan-peralatan serta arahan yang rasanya cukup sulit kita dapatkan di rumah.
Melatih Kemandirian
Mulai dari pagi hingga sore kita beraktifitas di sekolah, hampir sebagian besar porsi waktu hidup kita dihabiskan di sekolah, kira-kira ada sekitar 1/3-nya. Tentunya selama di sekolah kita tidak bisa mengandalkan orang tua yang sibuk dengan aktifitasnya, apalagi bergantung pada orang lain.
Dari hal yang sederhana seperti berangkat dan pulang sekolah, kita lakukan sendiri. Terus untuk mencari makan, kita belajar membeli makanan dengan sendirinya. Memang terlihat remeh, tapi tanpa disadari, dari situ kita terbiasa untuk melakukan apa-apa dengan mandiri. Mengatur uang juga untuk menabung, supaya bisa main di weekend, tapi pas untuk ongkos dan makan di sekolah.
Belajar mengatur waktu untuk kapan belajar misal untuk ujian dan mengerjakan PR. Kita juga terlatih untuk mengambil keputusan, kapan kalian memprioritaskan untuk kepentingan sekolah atau kebutuhan quality time kalian.
Jadi apakah sekolah itu perlu atau tidak? Sangat aneh jika saya menjawab sekolah itu sangat dibutuhkan tapi nyatanya masih saja ada beberapa anak yang belum merasakan indahnya sekolah. Mungkin saya menjawabnya, silahkan jika kalian merasa itu dibutuhkan dan menjadi bagian penting untuk meraih mimpi kalian.
Maksudnya jangan jadikan sekolah hanyalah sebuah formalitas belaka, hanya buang-buang waktu, biaya, dan tenaga saja (jangan didenger ini cuman saran orang aneh).
Coba dipikirkan kembali, apakah sekolah adalah bagian dari hidup kita semua. Memang ada baiknya jika sekolah itu bukan belajar sebanyak-banyaknya tapi belajar apa yang kita mau dan sukai.